Kamis, 09 Februari 2012

Edisi III


Pemerintah jangan trauma dengan kegagalan kredit usaha tani di masa lalu dan enggan menyalurkan kredit pertanian yang baru. Kredit usaha tani tanpa agunan diperlukan untuk mengembangkan agribisnis di Indonesia.

Lenguh sapi-sapi terus menemani puluhan santri yang sedang merawat kebun rumput. Kegiatan tersebut telah menjadi nuansa harian di Pondok Pesantren agribisnis “As-Salam” Rimbo Bujang – Jambi. Sejak menerima bantuan kredit LM3 (Lembaga Mandiri dan Mengakar pada Masyarakat) beberapa tahun lalu, kini usaha tani sapi potong telah menjadi kegiatan rutin para santri di samping beribadah dan mendalami ilmu agama. Demikian sekelumit potret usaha tani yang telah mendapatkan dukungan permodalan, yakni melalui kredit program dari pemerintah.
Sekitar bulan Oktober 2008 Pondok Pasantren As-Salam mencairkan dana LM3  sebesar Rp 176.000.000,-  yang dipergunakan untuk pembelian sapi bibit sebanyak 30 ekor. Bantuan LM3 untuk pondok pasantren As-Salam sudah mulai memperlihatkan hasil yang sangat yang baik. Selama kurang lebih tiga tahun jumlah sapi itu berkembang menjadi 84 ekor.
Dengan adanya bantuan LM3, banyak manfaat yang telah dirasakan oleh Pondok Pasantren di seluruh Indonesia. Di samping itu dampaknya juga dirasakan oleh masyarakat di sekitar Ponpes yang menjadi penggaduh ternak tersebut.
Harapan kebangkitan ekonomi pedesaan melalui agribisnis peternakan juga berkibar di berbagai daerah yang menerima kucuran Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS). Seperti suatu pagi di Ungaran – Jawa Tengah menjelang pertengahan tahun lalu.
Tepatnya Senin, tanggal 11 April 2011 bertempat di BIP Ungaran disaksikan Gubernur Jateng dan Dirut BPD Jateng. Kelompok Peternak sapi Pragola adalah satu diantara kelompok yang mendapatkan KUPS dari BPD Jateng. Kelompok Peternak yang berdiri pada tahun 2008 itu, akhirnya bisa “berbuat” sesuatu untuk memperbaiki ekonominya. Padahal selama ini mereka prihatin. Pasalnya, Desa Banyubiru yang memiliki potensi berkembang – karena melimpahnya sumber makanan ternak (terutama rumput), namun selama ini mereka kesulitan mendapatkan modal untuk membeli bibit ternak. Dengan KUPS, prospek cerah mulai menyinari kehidupan warga desa.
Bahkan di Pacitan – Jawa Timur, KUPS kini menjadi rebutan masyarakat. Hal tersebut terlihat dari  banyaknya peternak mendaftar sebagai anggota Kelompok Peternak Sapi Pacitan (KPST) yang jumlahnya mencapai ratusan. Untuk menyiasati membludaknya calon peternak, KPST membuka unit-unit di 12 kecamatan. Ini untuk memudahkan masyarakat yang ingin bergabung menjadi calon anggota kelompok.

KKPE, KUPS, SMD
Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) adalah skim kredit yang digunakan untuk mendanai pengembangan usaha pembibitan sapi potong maupun sapi perah oleh pelaku usaha dengan suku bunga bersubsidi. Suku bunga yang dibebankan kepada pelaku usaha sebesar 5% per tahun dalam jangka waktu kredit paling lama 6 tahun, dengan masa tenggang (grace periode) paling lama 24 bulan.
Sasaran dari KUPS adalah tersedianya 1 (satu) juta ekor sapi dalam kurun waktu 5 tahun (200.000 ekor/tahun). Sapi induk tersebut berupa sapi betina bunting atau siap bunting, berasal dari sapi impor, turunan impor atau sapi lokal terutama sapi Bali.
Memang, peningkatan sapi potong merupakan dampak dari berbagai program pengembangan peternakan sapi secara nasional yang dilaksanakan pemerintah melalui Kementerian Pertanian meliputi bantuan bibit, kredit modal melalui KUPS (Kredit Usaha Pembibitan Sapi), KKPE (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi), serta SMD (Sarjana Membangun Desa).
Kredit modal yang diberikan kepada peternak dilaksanakan dengan subsidi bunga 8 persen per tahun, sehingga bunga kredit untuk peternak hanya 6 persen per tahun. Pemerintah telah mengucurkan kredit modal peternakan sapi melalui Program KKPE sebesar Rp 887,5 miliar pada tahun 2008, naik menjadi Rp 1,35 triliun pada tahun 2009 dan kembali naik menjadi Rp 1,9 triliun pada tahun 2010. 
Sementara melalui KUPS, dana yang sudah disalurkan  berjumlah Rp 3,75 miliar pada tahun 2009 naik menjadi Rp 246,65 miliar pada tahun 2010. Selain pemberian kredit modal, pemerintah juga memberikan bantuan bibit sapi sebagai stimulan sebanyak 9.820 ekor yang diberikan pada tahun 2006 - 2010. 
Pengembangan populasi sapi juga diimbangi dengan pemberdayaan peternak yang dilaksanakan melalui Program Sarjana Membangun Desa (SMD), di mana satu kelompok ternak mendapat bimbingan satu sarjana bidang peternakan berikut bantuan bibit sapi, kandang dan pakan senilai Rp 325 juta perkelompok. Program SMD dilaksanakan sejak tahun 2007. Hingga tahun 2010 telah disebar 1.510 SMD dengan bantuan dana yang sudah dikucurkan mencapai Rp 490,75 miliar. Keberadaan SMD memperkuat peran para penyuluh peternakan yang ada di desa-desa di mana hingga tahun 2010 berjumlah 27.922 penyuluh.

Pangan & Hortikultura
Beda lagi dengan kondisi di luar peternakan. Asosiasi Produsen Perbenihan Hortikultura Indonesia (Hortindo) meminta pemerintah kembali menyalurkan kredit usaha tani berbunga rendah untuk mengembangkan pertanian hortikultura. Penyaluran kredit usaha tani itu juga harus disertai dengan pendampingan agar dapat berputar dan kembali dengan baik.            
"Pemerintah jangan trauma dengan kegagalan kredit usaha tani di masa lalu dan enggan menyalurkan kredit pertanian yang baru. Kredit usaha tani tanpa agunan diperlukan untuk mengembangkan pertanian hortikultura Indonesia, agar petani Indonesia mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dan tidak kalah dengan produk impor," kata Tantono Subagyo, salah satu deklarator pendirian Hortindo, seusai kongres pertama di Jakarta.            
Tantono, yang juga Manager Hubungan Pemerintah dan Regulator PT Syngenta Indonesia, mengatakan, saat ini banyak BPR menyediakan kredit tanpa agunan, tetapi bunganya mencapai 36 persen sampai 60 persen per tahun. “Bunga itu jelas sangat memberatkan para petani,” tegasnya.            
Trauma penyaluran KUT ditandai dengan terbitnya Surat Keputusan Bersama antara Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi tanggal 13 Oktober 1999 yang memutuskan bahwa komoditas hortikultura tidak lagi termasuk ke dalam penyaluran KUT MT 1999/2000. Penghentian KUT untuk komoditas hortikultura juga tercermin dari Surat Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri pada tanggal 23 September 1999 yang ditujukan kepada Gubernur BI, Menteri Keuangan, Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi.
Menanggapi hal tersebut, Witono Adiyoga dan Rofik Sinung-Basuki, Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang -- melalui publikasinya di sebuah situs -- menyatakan, bahwa Beberapa kemungkinan yang melatar-belakangi pengambilan keputusan ini adalah ketersediaan dana yang relatif terbatas sehingga penetapan skala prioritas perlu dilakukan, dan keragaan skim kredit -- distribusi dan tingkat pengembalian -- yang meleset jauh di luar rencana.**

10 Bank Penyalur KUPS

Bank Umum :
Bank BRI, Mandiri, BNI, Bukopin, Bank Syariah Mandiri,

Bank Pembangunan Daerah (BPD) :
BPD Jateng, BPD DIY, BPD Jatim, BPD Sumut, dan Bank Nagari Sumatera Barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar