Pemerintah
jangan trauma dengan kegagalan kredit usaha tani di masa lalu dan enggan
menyalurkan kredit pertanian yang baru. Kredit usaha tani tanpa agunan
diperlukan untuk mengembangkan agribisnis di Indonesia.
Lenguh
sapi-sapi terus menemani puluhan
santri yang sedang merawat kebun rumput. Kegiatan tersebut telah menjadi nuansa
harian di Pondok Pesantren agribisnis “As-Salam” Rimbo Bujang – Jambi. Sejak
menerima bantuan kredit LM3 (Lembaga Mandiri dan Mengakar pada Masyarakat) beberapa
tahun lalu, kini usaha tani sapi potong telah menjadi kegiatan rutin para
santri di samping beribadah dan mendalami ilmu agama. Demikian sekelumit potret
usaha tani yang telah mendapatkan dukungan permodalan, yakni melalui kredit
program dari pemerintah.
Sekitar
bulan Oktober 2008 Pondok Pasantren As-Salam mencairkan dana LM3 sebesar Rp
176.000.000,- yang dipergunakan untuk pembelian sapi bibit sebanyak
30 ekor. Bantuan LM3 untuk pondok pasantren As-Salam sudah mulai memperlihatkan
hasil yang sangat yang baik. Selama kurang lebih tiga tahun jumlah sapi itu
berkembang menjadi 84 ekor.
Dengan
adanya bantuan LM3, banyak manfaat yang telah dirasakan oleh Pondok Pasantren di
seluruh Indonesia. Di samping itu dampaknya juga dirasakan oleh masyarakat di
sekitar Ponpes yang menjadi penggaduh ternak tersebut.
Harapan
kebangkitan ekonomi pedesaan melalui agribisnis peternakan juga berkibar di
berbagai daerah yang menerima kucuran Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS).
Seperti suatu pagi di Ungaran – Jawa Tengah menjelang pertengahan tahun lalu.
Tepatnya
Senin, tanggal 11 April
2011 bertempat di BIP Ungaran disaksikan Gubernur Jateng dan Dirut BPD Jateng. Kelompok
Peternak sapi Pragola adalah satu diantara kelompok yang mendapatkan KUPS dari
BPD Jateng. Kelompok Peternak yang berdiri pada tahun 2008 itu, akhirnya
bisa “berbuat” sesuatu untuk memperbaiki ekonominya. Padahal selama ini mereka prihatin.
Pasalnya, Desa Banyubiru yang memiliki potensi berkembang – karena melimpahnya
sumber makanan ternak (terutama rumput), namun selama ini mereka kesulitan
mendapatkan modal untuk membeli bibit ternak. Dengan KUPS, prospek cerah mulai
menyinari kehidupan warga desa.
Bahkan
di Pacitan – Jawa Timur, KUPS kini menjadi rebutan masyarakat. Hal tersebut terlihat
dari banyaknya peternak mendaftar sebagai anggota Kelompok Peternak Sapi
Pacitan (KPST) yang jumlahnya mencapai ratusan. Untuk menyiasati membludaknya
calon peternak, KPST membuka unit-unit di 12 kecamatan. Ini untuk memudahkan
masyarakat yang ingin bergabung menjadi calon anggota kelompok.
KKPE, KUPS, SMD
Kredit
Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) adalah skim kredit yang digunakan untuk mendanai
pengembangan usaha pembibitan sapi potong maupun sapi perah oleh pelaku usaha
dengan suku bunga bersubsidi. Suku bunga yang dibebankan kepada pelaku usaha
sebesar 5% per tahun dalam jangka waktu kredit paling lama 6 tahun, dengan masa
tenggang (grace periode) paling lama 24 bulan.
Sasaran
dari KUPS adalah tersedianya 1 (satu) juta ekor sapi dalam kurun waktu 5 tahun
(200.000 ekor/tahun). Sapi induk tersebut berupa sapi betina bunting atau siap
bunting, berasal dari sapi impor, turunan impor atau sapi lokal terutama sapi
Bali.
Memang,
peningkatan sapi potong merupakan dampak dari berbagai program pengembangan
peternakan sapi secara nasional yang dilaksanakan pemerintah melalui
Kementerian Pertanian meliputi bantuan bibit, kredit modal melalui KUPS (Kredit
Usaha Pembibitan Sapi), KKPE (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi), serta SMD (Sarjana
Membangun Desa).
Kredit
modal yang diberikan kepada peternak dilaksanakan dengan subsidi bunga 8 persen
per tahun, sehingga bunga kredit untuk peternak hanya 6 persen per tahun.
Pemerintah telah mengucurkan kredit modal peternakan sapi melalui Program KKPE
sebesar Rp 887,5 miliar pada tahun 2008, naik menjadi Rp 1,35 triliun pada
tahun 2009 dan kembali naik menjadi Rp 1,9 triliun pada tahun 2010.
Sementara
melalui KUPS, dana yang sudah disalurkan berjumlah Rp 3,75 miliar pada
tahun 2009 naik menjadi Rp 246,65 miliar pada tahun 2010. Selain pemberian
kredit modal, pemerintah juga memberikan bantuan bibit sapi sebagai stimulan
sebanyak 9.820 ekor yang diberikan pada tahun 2006 - 2010.
Pengembangan
populasi sapi juga diimbangi dengan pemberdayaan peternak yang dilaksanakan
melalui Program Sarjana Membangun Desa (SMD), di mana satu kelompok ternak
mendapat bimbingan satu sarjana bidang peternakan berikut bantuan bibit sapi,
kandang dan pakan senilai Rp 325 juta perkelompok. Program SMD dilaksanakan
sejak tahun 2007. Hingga tahun 2010 telah disebar 1.510 SMD dengan bantuan dana
yang sudah dikucurkan mencapai Rp 490,75 miliar. Keberadaan SMD memperkuat
peran para penyuluh peternakan yang ada di desa-desa di mana hingga tahun 2010
berjumlah 27.922 penyuluh.
Pangan
& Hortikultura
Beda
lagi dengan kondisi di luar peternakan. Asosiasi Produsen Perbenihan
Hortikultura Indonesia (Hortindo) meminta pemerintah kembali menyalurkan kredit
usaha tani berbunga rendah untuk mengembangkan pertanian hortikultura. Penyaluran
kredit usaha tani itu juga harus disertai dengan pendampingan agar dapat
berputar dan kembali dengan baik.
"Pemerintah
jangan trauma dengan kegagalan kredit usaha tani di masa lalu dan enggan
menyalurkan kredit pertanian yang baru. Kredit usaha tani tanpa agunan
diperlukan untuk mengembangkan pertanian hortikultura Indonesia, agar petani
Indonesia mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dan tidak kalah dengan produk
impor," kata Tantono Subagyo, salah satu deklarator pendirian Hortindo,
seusai kongres pertama di Jakarta.
Tantono,
yang juga Manager Hubungan Pemerintah dan Regulator PT Syngenta Indonesia,
mengatakan, saat ini banyak BPR menyediakan kredit tanpa agunan, tetapi
bunganya mencapai 36 persen sampai 60 persen per tahun. “Bunga itu jelas sangat
memberatkan para petani,” tegasnya.
Trauma
penyaluran KUT ditandai dengan terbitnya Surat Keputusan Bersama
antara Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi tanggal 13 Oktober 1999 yang
memutuskan bahwa komoditas hortikultura tidak lagi termasuk ke dalam penyaluran
KUT MT 1999/2000. Penghentian KUT untuk komoditas hortikultura juga tercermin
dari Surat Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri pada
tanggal 23 September 1999 yang ditujukan kepada Gubernur BI, Menteri Keuangan,
Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi.
Menanggapi
hal tersebut, Witono Adiyoga dan Rofik Sinung-Basuki, Balai Penelitian Tanaman
Sayuran, Lembang -- melalui publikasinya di sebuah situs -- menyatakan, bahwa Beberapa kemungkinan
yang melatar-belakangi pengambilan keputusan ini adalah ketersediaan dana yang
relatif terbatas sehingga penetapan skala prioritas perlu dilakukan, dan
keragaan skim kredit -- distribusi dan tingkat pengembalian -- yang meleset
jauh di luar rencana.**
10 Bank Penyalur KUPS
Bank Umum :
Bank
BRI, Mandiri, BNI, Bukopin, Bank Syariah Mandiri,
Bank Pembangunan Daerah (BPD) :
BPD
Jateng, BPD DIY, BPD Jatim, BPD Sumut, dan Bank Nagari Sumatera Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar