Kamis, 09 Februari 2012

Edisi II


Bicara makan, maka saat ini kita sedang dihadapkan dengan dunia yang tua, bumi (tanah) yang sudah sempit, rusak,  dan – seperti dicemaskan -- tak mampu lagi memenuhi permintaan penduduk dunia yang tumbuh pesat. Meski ada teknologi, namun lahan tetap menjadi hal utama yang tak dapat diabaikan perannya dalam peningkatan produksi pangan.
Meningkatnya insiden kelaparan dunia, yang melonjak sekitar 200 juta dalam 2 tahun terakhir -- yang dipicu oleh kombinasi dari tingginya harga pangan, krisis finansial, menipisnya cadangan energi, dan perubahan iklim – adalah momok yang mengerikan. Disamping berbagai faktor yang telah disebutkan tadi, salah-satu yang juga menjadi pangkal masalahnya adalah soal tanah (lahan) untuk pertanian.
Di Bumi Pertiwi ini, lahan masih terbentang luas untuk digarap, meski untuk itu kita pun tak lepas dari berbagai perdebatan, diantaranya soal isu lingkungan dan sebagainya. Apabila lahan yang dimiliki petani memadai, maka volume komoditas yang dihasilkan akan meningkat linier dengan pendapatan. Dengan demikian, swasembada beras yang sudah dicapai dapat dipertahankan. Cukup banyak terobosan baru yang dilahirkan oleh para penentu kebijakan di negeri ini dalam rangka antisipasi ancaman rawan pangan di masa depan.
Misalnya pencetakan sawah baru di wilayah tertentu, pembukaan lahan gambut, food estate dan sebagainya. Dalam hal mendorong upaya budidaya di tingkat petani, selain memberi penyadaran serta sosialisasi teknis melalui penyuluhan, berbagai sarana produksi pun tersedia, mulai dari benih hibrida, pupuk, serta sarana perlindungan tanaman dengan berbagai teknologi terkini. Tak cukup sampai di situ, promosi keanekaragaman pangan (diversifikasi) pun digalakkan agar beban konsumsi yang semata-mata tertumpu pada beras dapat dikurangi, karena masih banyak jenis bahan pangan lain yang dapat dimanfaatkan di Bumi Pertiwi ini.
Harapannya adalah, bagaimana ketahanan pangan anak bangsa dapat diciptakan.
Kalau hal tersebut memang terwujud, maka prospek besar pun terbentang di depan mata. Bumi Pertiwi, tempat kita berpijak ini akan menjadi harapan makhluk bernama manusia sejagat raya. Mengapa tidak? Karena saat ini dan dimasa mendatang, ratusan juta manusia di berbagai negara terancam kelaparan akibat rawannya persediaan bahan pangan. Apalah artinya sebuah negara adidaya -- dengan kelebihan dana, kecanggihan teknologi, serta industri yang kuat, bila ternyata mereka tidak memiliki ketersediaan bahan pangan yang cukup? 
Dalam hal diversifikasi pangan, sedapatnya kita mengupayakan agar tidak selalu mengkonsumsi beras, tapi digantikan nasi jagung, sagu, ubi jalar, sukun, pisang, labu kuning dan sebagainya. Semangat diversifikasi pangan telah bergema – mungkin -- sejak puluhan tahun belakangan, namun sayang, gaung tersebut tampaknya belum mampu memberikan dampak berarti bagi perilaku konsumen di negara kita, terutama dalam hal keragaman pangan yang dikonsumsi.
Kita hanya bisa berharap, dan terus berharap, agar setiap event, hajatan negara, atau apapun istilahnya yang berkaitan dengan pertanian, pangan, gizi generasi serta kesejahteraan petani dan sebagainya, benar-benar “mangkus” dalam memberikan perubahan positif bagi anak bangsa. Amin.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar