Masalah pangan dan
gizi anak bangsa sangat dipengaruhi oleh kiprah kaum ibu sebagai pengelola
pangan bagi keluarga. Bahkan peran wanita dalam agribisnis sangat besar, dari
lokal hingga global.
Pertanian
adalah hajat hidup penduduk bumi, milik semua ummat. Bahkan jutaan kaum Hawa di
berbagai belahan dunia telah ikut menebarkan kiprah di salah-satu bidang
kehidupan yang paling mendasar tersebut, mulai dari pangan, sandang hingga kebutuhan
azasi manusia lainnya. Beberapa perempuan bahkan menorehkan prestasi yang tak
kalah menarik untuk disimak.
Mulai
dari ibu-ibu petani hingga tokoh publik (pejabat pemerintah, penggerak
organisasi atau bahkan artis/ selebritis) – menurut catatan SWADAYA – sejak
beberapa waktu terakhir telah ikut memberi “warna” yang cukup berarti bagi dunia agribisnis nasional.
Simak
saja kiprah Anggun C. Sasmi misalnya. Selebritis/ artis asal Indonesia ini
tidak hanya menorehkan kiprah internasionalnya dalam bidang tarik suara, tapi
Anggun juga berperan sebagai aktifis pangan dunia. Anggun yang bermukim di
Perancis dan Kanada, merasa terpanggil untuk menyisihkan sedikit waktunya untuk
membantu sesama manusia di muka bumi dengan bergabung dalam FAO (Food and Agriculture Organization),
salah-satu badan PBB yang bergerak dalam bidang pangan dan pertanian dunia.
Melalui
bendera itu, Anggun bekerja untuk memberantas setidaknya satu miliar manusia di
dunia yang masih hidup dalam kondisi kelaparan. Untuk urusan ini, ia
berkeliling dunia mengkampanyekan pentingnya memperkuat ketahanan pangan, termasuk
di Indonesia.
Kiprah
global anak bangsa di bidang agribisnis tersebut tentu tidak akan berarti
apa-apa jika di dalam negeri – Indonesia – sendiri roda agribisnis, utamanya
soal ketahanan pangan tidak mendapat dorongan dari kaum perempuan.
Satu lagi selebritis yang menggeluti dunia
agribisnis ialah Melly Manuhutu. Selain kesibukan di dunia entertainment, Melly
juga menekuni bisnis hortikultura, khususnya sayuran organik.
Untuk memajukan pertanian organik, Ia bahkan
meluncurkan buku berjudul "Bertanam Sayuran Organik bersama Melly
Manuhutu". Atas kontribusinya terhadap bisnis sayuran organik inilah, pada
tahun 2004 Melly dianugerahi penghargaan Entrepreneur Agribusiness Award
oleh Ditjen BP2HP Kementerian Pertanian RI.
Kiprah Pembangunan
Menurut
Dr. Ir. Ato Suprapto, Kepala Badan Sumberdaya Manusia (SDM) Kementerian
Pertanian (Kemtan), soal pangan dan gizi anak bangsa sangat dipengaruhi oleh
kiprah kaum ibu sebagai pengelola pangan bagi keluarga. Tak hanya itu, bahkan menurutnya
peran wanita dalam agribisnis sangat besar. Sederet tokoh perempuan pun, baik
di tingkat nasional maupun di daerah
masing-masing telah menunjukkan kiprah yang berarti bagi dunia agribisnis
nasional.
Seperti
yang telah dilakukan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah. Dalam membangun ekonomi
di daerahnya Atut berupaya memperkuat struktur ekonomi masyarakat Banten
berbasis agribisnis dan meningkatkan peranan serta swadaya masyarakat lokal.
Menurut
Ratu Atut dalam siaran persnya menjelang Pilkada beberapa waktu lalu, jajarannya
melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten telah
menyebarluaskan inovasi pertanian melalui kegiatan Prima Tani di Desa
Gempolsari, Kabupaten Tangerang sejak tahun 2007. Dalam kegiatan ini, dilakukan
pengembangan inovasi teknologi seperti pengembangan Pengelolaan Tanaman Terpadu
(PTT) padi sawah, budidaya sayuran daun, cabe merah dan bawang merah.
Sementara,
kegiatan inovasi kelembagaan berupa penguatan kelembagaan permodalan,
berdirinya kios saprodi, yakni kios yang menyediakan dan menyalurkan sarana
produksi pertanian seperti benih/bibit, pupuk dan pestisida untuk mendukung
peningkatan produksi dalam upaya penyediaan pangan dan pengembangan agribisnis,
dan penguatan kelompok.
"Program
ini berhasil menggaet dukungan dari instansi pusat, provinsi dan kabupaten
seperti Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dan jalan usaha tani dan
berdampak pada pengembangan Gapoktan Gempolsari dengan LKM-A dan menjadi
Gapoktan terbaik pada tahun 2010 tingkat Provinsi Banten. Gapoktan ini menjadi
tempat studi banding bagi gapoktan lainnya," ujar Atut.
Pada
tahun 2009, BPTP Banten bekerja sama dengan Balitnak juga melakukan percontohan
pengembangan ternak dan BPTP Banten melaksanakan uji adaptasi teknologi
penyediaan hijauan pakan pada Gapoktan Juhut Mandiri di Kampung Cinyurup, Desa
Juhut, Kabupaten Pandeglang. Untuk Kampung Ternak Domba sudah 10 instansi yang
terlibat. Sedangkan untuk pengolahan talas beneng, Atut melibatkan dinas/badan tingkat
Provinsi/kabupaten.
Gubernur
Ratu Atut optimis, Banten akan mampu menjadi daerah swasembada beras dan
sebagai penyumbang terbesar produksi beras nasional dan ia terus memberikan
dorongan yang kuat terhadap pengembangkan pertanian. Sebelumnya, Ratu Atut
Chosiyah juga menerima penghargaan Satyalancana Wira Karya dari Presiden
melalui Menteri Pertanian Suswono , karena jasa dan dedikasinya di bidang
pertanian.
Memang, maju-mundurnya agribisnis di
berbagai daerah sangat tergantung pada niat baik serta kebijakan yang diambil
oleh para pemimpinnya. Hal tersebut diakui pula oleh Rina Iriani, Bupati
Karanganyar – Jawa Tengah, yang selama ini dikenal cukup akrab dengan
pertanian.
Dalam masalah ketahanan pangan, menurutnya,
para bupati/wali kota dan gubernur sangat mengetahui kondisi situasi pangan di
daerahnya termasuk problem yang ada, dan bahkan bisa memberikan solusi terbaik
untuk pemerintah, yang saat ini hanya mengandalkan data Bulog. Untuk itu Rina Iriani mengusulkan kepada pemerintah
pusat agar mengajak duduk bersama dengan para kepala daerah dari tingkat
bupati/wali kota sampai gubernur, sebelum memutuskan untuk membuat kebijakan
impor beras.
Rina mencontohkan, pertanian padi di
kabupaten Karanganyar masih dalam posisi surplus. Begitu halnya ia baru saja
mendapatkan informasi dari Bupati Sragen Untung Wiyono, bahwa hasil produksi
gabah atau beras di daerah tetangganya itu juga surplus di tengah wereng coklat
yang terus meruyak.
Menurutnya, dari fakta yang ada, seharusnya
pemerintah pusat hanya memerlukan data laporan dari bupati atau gubernur, bahwa
petani memang bekerja sungguh-sungguh di dalam upaya meningkatkan ketahanan
pangan di daerahnya, meski dalam tekanan berbagai hama, terutama wereng coklat
yang mengganas sejak terjadinya anomali cuaca.
Ia tegaskan, selama ini pemerintah
pusat kurang intensif membangun komunikasi dengan daerah, dan menyerahkan
persoalan beras petani kepada lembaga Bulog. Sementara Bulog di dalam
menjalankan misi pemerintah untuk ketahanan pangan, tidak maksimal bekerja. Hal
tersebut terbukti dengan kurang maksimal
di dalam penyerapan gabah petani,” ungkap wanita peduli agribisnis yang juga
Bupati Karanganyar itu.
Lain lagi dengan Karen Sjarief
Tambayong, penggiat organisasi perbungaan yang kini aktif sebagai salah-satu
pengurus Kadin Indonesia. Sebagai “srikandi agribisnis” Karen tergolong kritis
dalam menanggapi kebijakan pembangunan pertanian di republik ini.
Sebagai pelaku agribisnis
hortikultura, mewakili pengusaha lainnya, Karen – dalam sebuah publikasi –
mengkritisi pungutan pajak dan retribusi di daerah sudah sangat berlebihan.
Salah satunya adalah mengenakan pungutan ijin gangguan pada lahan pertanian.
Selain itu Karen Sjarief Tambayong berpendapat
bahwa entrepreneurship di sektor
agribisnis masih kurang. Menurutnya hal tersebut disebabkan minimnya informasi
di bidang agribisnis. “Karena itu, pemerintah juga Kadin perlu membantu
menginformasikan atau ikut mempromosikan produk holtikultura dalam negeri,” ungkapnya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar